-->

Keterbukaan Arsip Dan Akses Arsip

Keterbukaan arsip dan akses arsip

Keberadaan arsip semata-mata tidak hanya untuk dipelihara dan dijaga, tetapi juga untuk dipergunakan. Salah satu tugas arsiparis adalah membuat bahan kearsipan dapat diakses oleh para pengguna, baik untuk kebutuhan kedinasan maupun melayani kebutuhan publik. Pada zaman dahulu petugas pengelola arsip maupn akses penggunaanya amat sangat terbatas. Pengelolaan arsip diberikan kepada pejabat yang sangat diberi kepercayaan, bahkan dengan jabatan setingkat menteri seperti kasus di byzantium dan china. Pemeliharaan, pelestarian, dan akses selalu dihubungkan dengan kekuasaan. Oleh karena itu, keterbukaan sangat selektif sifatnya. Hal ini disebut dengan a privilage atau hak istimewa dari penguasa, bukan right atau hak dari masyarakat pemakainya.


Paham liberalisme pada masa revolusi perancis pada akhirnya mendorong timbulnya paham demokrasi. Di perancis semangat ini melahirkan declaration of archives right (25 juni 1754), yg memuat pernyataan “bahwa penduduk atau warga negara seharusnya bebas untuk mengakses arsipnya sendiri”. Akibatnya, secara perlahan arsip mulai dibuka kepada umum, khususnya kepada peneliti sejarah.
Namun walaupun mulai ada keterbukaan arsip, namun tetap masih ada pembatasan izin akses yang diberikan kasus per kasus. Arsip yang sangat pribadi sifatnya tetap dinyatakan “tertutup”, baik yang diminta ditutup karena alasan politik, maupun karena sebab-sebab yuridis. Kebebasan memperoleh informasi selalu diikuti oleh prinsip individualisme.

Pertemuan tentang pembahasan keterbukaan arsip pada masa tersebut antara lain :
  1. Konferensi International dan Round Table on Archives di Lisbon (tahun 1959)
  2. Kongres luar biasa ICA di washington dengan tema The Opening on archives to research (tahun 1966)
  3. Kongres ICA di madrid dengan tema The area of restriction and delay in access to archives (tahun 1968)
  4. Kongres ICA tahun 1976

Akses arsip

Akses adalah tersedianaya rekod/arsip untuk konsultasi dan penggunaan karena adanya wewenang berdasarkan hukum dan tersedianya sarana penemuan kembali (Intrnational Glossary of Archival Terminology Katelaar, 1985:2). Terdapat perbedaan legislasi atas akses arsip pemertintah yang diserahkan dan yang tidak diserahkan ke suatu lembaga kearsipan, yaitu :
1. Akses arsip baik diserahkan maupun tidak.
  • Arsip yang telah diserahkan maupun yang tidak
  • Ketika arsip mencapai usia tertentu

2. Akses hanya arsip yang sudah diserahkan, kadang – kadang setelah terlewati jangka waktu tertentu.

Terdapat 3 kondisi yang melatarbelakangi kebijakan akses, yaitu :
  • Physical access
  • Legal access
  • Intellectual access
Pertimbangan dalam pembuatan kebijakan akses :
  • Undang – undang atau aturan yang dibuat oleh lembaga yang lebih tinggi
  • Sensitivitas dan kerahasiaan arsip
  • Perlindungan terhadap privacy individu
  • Batasan – batasan yang dibuat oleh depositor arsip
  • Pemakai
  • Akses yang sama terhadap arsip
  • Tingkat akses
  • Kondisi fisik arsip
  • Keamanan arsip
  • Biaya pembayaran
Prinsip umum akses arsip
  • Prinsip the time limit
  • Prinsip the existence offending aid
  • Prinsip legal and practical condition
Tujuan pembatasan akses arsip :
  • Melindungi arsip dan isinya secara fisik dan moral
  • Melindungi kepentingan perseorangan dalam informasi arsip
  • Menghormati syarat yang dicantumkan saat penyerahan arsip
  • Menjaga kepentingan nasional dan umum 
Daftar Pustaka :
  • Arsip Nasional RI. Himpunan Perundangan Kearsipan
  • Soejono Trimo. (1992). Pengantar Ilmu Dokumentasi. Bandung: Remaja Rosdakarya
  • Wiriadihardja, Moefti. ( 1987 ). Beberapa Masalah Kearsipan di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel